Adventure Time - Penguin

Kamis, 15 November 2018

Agama Islam MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN DAN ILMUWAN


MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN DAN ILMUWAN

Nenek Moyang Makhluk Hidup
     SEPANJANG sejarah manusia modern muncul perdebatan sengit di seputar asal usulkehidupan makhluk di muka Bumi. Semua itu muncul dari naluri kemanusiaan kita sendiri. Adalah wajar jika kita ingin tahu siapakah sebenarnya nenek moyang kita ini
     Ada dua kelompok besar dalam hal ini. Yang pertama adalah kelompok agamawan.Sedangkan yang kedua adalah kelompok ilmuwan. Pada masing-masing kelompok besar itumasih terbagi dalam beberapa kelompok juga yang berbeda-beda pendapat tentang asal-usul sejarah manusia.
     Pada umumnya, kelompok agamawan berpendapat bahwa makhluk hidup, khususnyamanusia adalah diciptakan oleh Tuhan. Semua agama berpendapat sama tentang hal ini.Islam. Sedangkan para ilmuwan – khususnya sebelum abad 20 – berpendapat bahwa makhluk hidup muncul di muka Bumi karena faktor alamiah.
     Dari sinilah munculnya perdebatan sengit itu. Terutama antara agamawan kristen denganpara ilmuwan. Meskipun, pada akhirnya pihak gereja mengakui bahwa manusia agaknya memiliki keturunan yang sama dengan nenek moyang kera.
     Hal itu dikemukakan oleh Paus Johanes Paulus II dalam pidatonya, 22 oktober 1996. Bahwa, antara manusia modern dengan kera purba terdapat ‘diskontinuitas ontologis’. Yaitu ketika Tuhan meniupkan ruh kepada sosok makhluk yang semula keturunan hewan. Maka sejak itulah sosok yang tadinya belum manusia itu menjadi manusia.
     Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan an-nas.
Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai 


penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual.
Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)[1]
Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).[2]
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.

Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia. Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.
     Ilmu pengetahuan modern, khususnya penelitian biomolekuler, mengarah pada kemajuan yang luar biasa. Banyak hal yang tadinya tersimpan rapat, kini mulai terkuak. Banyak pihak yang kini optimis bahwa penelitian bidang biomolekuler akan memberikan arah baru dalam peradaban manusia di abad-abad mendatang. Terutama dalam bidang kedokteran & palaentologi, yang pada akhirnya mengakui kebenaran informasi yang disampaikan dalam Al-qur’an.

Tujuan Penciptaan Manusia
Kata “Abdi”  berasal dari kata bahasa Arab yang artinya “memperhambakan diri”, ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba  Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam Surah Ad Dzariyat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.


Fungsi dan Kedudukan Manusia
Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah [2]:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. QS Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinya kepada Allah Swt.
Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah martabatnya daripada  manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzariyat [51]:56). Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari mensakralkan atau menuhankan alam.
Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30); al-An’am [6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah.



Potensi manusia
Allah S.W.T. memberikan potensi kepada manusia dengan beberapa potensi :
1. Akal
    Dengan Potensi Akal manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, meyusun konsep-konsep dalam kehidupan sehingga dapat menjalankan peran dirinya sebagai Khalifah.

2. Ruh
Dengan Ruh manusia bisa melaksanakan aktifitas kehidupan, meskipun manusia kesulitan mendiskripsikan makna Ruh, karena urusan Ruh adalah otoritas Allah
3. Qalbu
Potensi Qalbu lebih berorientasi kepada rasa yang tercermin dalam Iman, yang akan menumbuhkan rasa takut, harapan, cinta, kasih sayang. Dari Qalbu ini akan mempengaruhi sikap dan prilaku manusia.
4.    Fitrah
Manusia semenjak dilahirkan ke dunia memiliki Fitrah yang merupakan bawaan yang diberikan Allah S.W.T. kepada setiap manusia. Fitrah manusia pada asalnya adalah ber Tauhid, namun pada proses perkembangannya terjadi kontaminasi sehingga ada yang kemudian menjadi kufur.
5.    Nafs
Pada hakekatnya Nafs pada diri manusia akan selalu mengarahkan kepada perbuatan yang baik, namun pengaruh yang ada pada diri seseorang yang kemudian mempengaruhi manusia.
 


Peran Manusia
Manusia dengan segenap potensi dan kelebihan-kelebihan harus bertanggung jawab dan menyadari perannya. Tugas/amanah yang dibebankan sebagai refleksi atas potensi dan kelebihan-kelebihan yang telah diterimanya itu tetapi tidak semua manusia bersedia menerima amanah ini dan sebagian menolaknya.
Pertama, Sebagai seorang Hamba, yang mengekpresikan ketundukan dan kepatuhannya untuk beribadah kepada Allah. Dan ungkapan ini terus dibangun ketika serang muslim melaksanakan shalat dengan pernyataan “ إياك نعبدHanya kepadaMulah kami beribadah
Kedua, Khilafah
Bagi yang menyadari potensi-potensi yang telah diberikan dan beribadah kepada Allah (berislam) maka status khilafah disandangnya. Khilafah bukan berarti pemilik asal, tetapi ia hanya bertindak selaku pemelihara alam yang Allah telah ciptakan. Maka mendayagunakan alam dan menjalankan fungsi kekhilafahan harus selaras dengan kehendak Sang Pemilik Alam dan tidak menentangNya.
§ Menjadikan kewajiban, bersikap amanah, memperoleh kedudukan khilafah (QS. 24 : 55, 48 : 29)
§ Makna khilafah bukan berarti pemilik asal, tetapi hanya pemelihara (QS. 35 : 13, 40 : 24-25, 53)
§ Mendayagunakan alam dan menjalankan fungsi kekhilafahan harus selaras dengan kehendak Sang Pemilik Alam (QS. 76 : 30, 26 : 68)
§ Tidak menentang terhadap aturanNya (QS. 100 : 6-11)


AGAMA DAN AGAMA ISLAM
     Agama berasal dari kata “a” dan “gama”, “a” artinya tidak dan “gama” berarti kacau, jadi agama artinya tidak kacau. Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.
Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulis oleh Anshari bahwa walaupun agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a.    Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b.    Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha Mutlak tersebut.
c.    Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.
Menurut Durkheim Durkheim: agama merupakan sebuah sistem kepercayaan dan ritual yang berkaitan dengan yang suci (the sacred). Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat. Rita Smith Kipp dan Susan Rodgers: agama harus (1) monoteistik, (2) mempunyai kitab, (3) mempunyai nabi, dan (4) mempunyai komunitas internasional.
             Agama dalam bahasa Arab dikenal istilah “Addin” yang memiliki arti kepatuhan, kekuasaan atau kecenderungan.
     Sebuah agama pada dasarnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
 1. Keyakinan adanya suatu kekuatan supranatural yang mengatur dan menciptakan alam  dan isinya.
 2. Peribadatan yang merupakan tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural sebagai konsekuensi atas pengakuannya.
 3. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dan alam   semesta.
     Ditinjau dari sumbernya, agama yang dikenal manusia terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut :
 1. Agama Wahyu, yaitu agama yang diterima manusia dari Allah swt melalui malaikat Jibril dan disebarkan oleh Rasul-Nya kepada manusia. Agama wahyu disebut pula sebagai agama samawi atau agama langit, contohnya adalah agama Islam. Ciri Utama Agama Wahyu adalah bersumber dari Tuhan, dalam hal ini Allah S,W,T, yang kemudian diwahyukan kepada RasulNya dengan pedoman Kitab Suci yang menjadi Panduan.
 2. Agama Budaya, yaitu agama yang bersumber dari ajaran manusia yang dipandang  mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang kehidupan. Agama budaya disebut pula sebagai agama ardhi atau agama bumi. Contohnya agama Budha yang merupakan ajaran Budha Gautama.

     Islam berasal dari kata “salima” artinya selamat sejahtera dan “aslama” artinya patuh dan taat, sehingga dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah  agama yang diwahyukan langsung oleh Allah swt kepada para Rasul-Nya yang berisi petunjuk dan larangan untuk keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman Allahswt surat Al Imron/3 : 19 sebagai  berikut :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“ Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
            Ciri Utama Agama Wahyu adalah bersumber dari Tuhan, dalam hal ini Allah S,W,T, yang kemudian diwahyukan kepada RasulNya dengan pedoman Kitab Suci yang menjadi Panduan
Fungsi Agama
1.      Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
2.      Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
3.      Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
4.      Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
5.      Pedoman perasaan keyakinan
6.      Pedoman keberadaan
7.      Pengungkapan estetika (keindahan)
8.      Pedoman rekreasi dan hiburan
9.      Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

Adapun karakteristik Agama
 Pada umumnya adalah sebagai berikut:
a. Agama adalah suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan (keyakinan) terhadap eksistensi suatu yang absolute (mutlak), diluar diri manusia yang merupakan pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk dunia dengan segala isinya.
b. Agama merupakan sistem ritual atau peribadatan (penyembahan) dari manusia kepada suatu yang absolut.
c.  Agama adalah suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola hubungan manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan lainnya dari yang absolut.

Ciri-ciri Agama Wahyu antara lain :
 a. Mengakui eksistensi Allah swt dengan kebenaran yang mutlak dari Allah swt.
 b. Diturunkan dari langit dengan perantaraan malaikat Jibril kepada rasul-rasul Allah swt.
 c. Penyampaian wahyu Allah swt itu kepada para Nabi dengan ditentukan waktu
      kelahirannya.
 d. Memiliki kitab suci yang diwariskan rasul Allah swt dengan isinya yang tetap yang
      dikodifikasikan dalam Taurat, Injil dan Al Qur`an.
 e. Konsep ketuhanannya serba Esa-Tuhan yang murni.
 f. Kebenaran prinsip-prinsip ajaran agama itu dapat bertahan kepada kritik akal manusia mengenai eksistensi dan kebenaran alam gaib akal dapat menerimanya.
 g. Ajarannya tidak berubah sepanjang zaman (universal) meskipun zaman terus
      berkembang, bahkan cocok dalam situasi apapun dan dimanapun.

Ciri-ciri Agama Bumi antara lain :
 a. Tidak mengakui eksistensi wahyu Allah swt sebagai kebenaran yang mutlak.
 b. Tidak diturunkan dari langit, berarti tidak mengenal malaikat.
 c. Tidak disampaikan oleh rasul Allah swt.
 d. Tidak memiliki kitab suci yang diwariskan oleh Nabi.
 e. Konsep ketuhanannya bukan serba Esa-Tuhan.
 f. Kebenaran prinsip ajaran agama tidak bertahan terhadap kritik akal manusia mengenai  alam gaib tak termakan oleh akal manusia, dan mengenai alam nyata terbukti kekeliruan  ilmunya.
g. Terjadi perubahan mental dan sosial dari masyarakat penganutnya



Perlunya Manusia Terhadap Agama
Sekurang-kurangnnya ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.    Latar belakang Fitra manusia
Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru di masa akhir-akhir ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Dalam Surat al-Rum, 30: 30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”
Adanya perjanjian manusia dengan Allah yang telah diikat oleh fitrah mereka. Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut diatas, buat pertama kalinya ditegaskan dalam ajaran Islam Yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia.
Informasi mengenai potensi beragama dimiliki manusia itu dapat dijumpai pada ayat al-Qur'an (surat al-A'raf ayat 172)

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang mengatakan bawha setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. 
2.    Kelemahan dan kekurangan manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-nafs. Dalam pandangan al-qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang  berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh al-qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Seperti yang tertera dalam al-qur’an surat Al-Syams ayat 7-8:
َ فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
”dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),  maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams, 91:7-8)

Menurut Ulama Tafsir bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Tetapi kata nafs dalam pandangan kaum sufi merupakan sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan periaku buruk. Pengertian kaum sufi tentang nafs  ini sama dengan yag terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa yang antara lain menjelaskan bahwa nafs adalah dorongan hati yang kuat untuk berbuat yang kurang baik. Untuk menjaga kesucian nafs ini manusia harus selalu mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama, dan di sinilah letaknya kebutuhan manusia terhadap agama.
3.    Tantangan manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang  dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Lihat Surat Al-Isra’ ayat 53.
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
Artinya: Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia
Sementara tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dati Tuhan. Seperti yang tertera dalam al-qur’an surat Al-anfal ayat 36:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّه
Artinnya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.”

Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehinga upaya mengagamakan masyarakat menjadi penting
 

KONSEP KETUHANAN
     Merumuskan konsep Tuhan menjadi ajang perdebatan yang tiada henti dan terus
dipermasalahkan baik di kalangan umat Islam khususnya maupun umat beragama lain umumnya. Siapakah dan bagaimanakah Tuhan? Dimanakah Tuhan berada dan sampai kapankah kekuasaan Tuhan? Kesemuanya terus dipertanyakan oleh manusia sebagai makhluk tak berdaya yang memerlukan eksistensi Tuhan sebagai tempat berdoa dan memohon segala sesuatu.
     Dalam agama primitif dikenal berbagai macam istilah untuk melambangkan Tuhan. Dinamisme percaya kepada kekuatan ghaib yang misterius yang berpengaruh pada kehidupan manusia. Animisme mengajarkan bahwa tiap-tiap benda yang bernyawa maupun tidak memiliki kekuatan atau memiliki roh. Dalam paham politeisme, manusia percaya terhadap dewa-dewa dengan tugas-tugas tertentu. Kemudian dalam aliran henoteisme mengakui satu Tuhan untuk satu bangsa, sehingga masing-masing bangsa mempunyai Tuhan sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung paham Tuhan nasional. Paham ini dapat dilihat pada agama Yahudi
yang akhirnya mengakui Yahweh sebagai Tuhan nasional mereka.
     Setelah masa primitif berlalu, agama yang dianut adalah monoteisme, dengan ajaran Tuhan tunggal, Tuhan Yang Maha Esa. Perbedaan mendasar monoteisme dengan henoteisme adalah bahwa dalam agama henoteisme Tuhan bersifat nasional, sedangkan dalam agama monoteisme Tuhan bersifat internasional. Tujuan hidup dalam agama monoteisme adalah mencari keselamatan material dan spiritual. Perbedaan paling prinsip adalah dalam agama primitif manusia berusaha membujuk kekuatan supernatural untuk mengikuti kemauan manusia, sedangkan dalam monoteisme manusia mengikuti kemauan Tuhan. Disinilah Islam mengambil posisi sebagai agama monoteisme.
     Tentang Tuhan, dalam agama Islam dikenal konsep tauhid. Tauhid berasal dari bahasa Arab yaitu wahada yang berarti menunggalkan, mengesakan, yaitu sebuah konsep yang harus diyakini bahwa Tuhan umat Islam (Allah swt) adalah Esa. Konsep Tauhid dalam Islam sudah dimulai sejak zaman Nabi Adam, tetapi kemudian menyimpang yang pada akhirnya diperkuat ketauhidannya oleh Nabi Ibrahim, maka Nabi Ibrahimlah yang selalu disebut sebagai “Bapak Tauhid”.
     Konsep tauhid umat Islam telah dicantumkan dalam Firman Allah Al Quran surat Al- Ikhlas/112 : 1-4 yang secara totalitas membicarakan keesaan Allah swt :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".

    Secara keseluruhan ayat ini membicarakan mengenai ke-Esa-an Allah swt, Allah SWT adalah tempat bergantung dan berlindung, Allah swt tidak dilahirkan dan tidak pulamelahirkan. Allah swt adalah pencipta alam semesta dan seisinya. Maka berarti sesungguhnyadari ketergantungan manusia sebagai makhluk-Nya. Sesuatu yang bergantung tidak dapat dibayangkan bila terlepas dari tempat ketergantungannya. Dari sinilah kemudian muncul term “syirik” yang berarti ganda atau menyekutukan, artinya perbuatan yang menganggap bahwa ada dzat yang Maha Agung selain Allah swt, terlebih lagi dalam status perbuatan menuhankanNya. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa ide ketuhanan dalam Islam adalah yang paling sempurna. Intinya bagi umat Islam, Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.

RUANG LINGKUP AJARAN AGAMA ISLAM
     Secara garis besar ruang lingkup ajaran agama Islam mencakup ajaran yang menyeluruh (total/kaffah) yang terdiri dari akidah, syariah dan akhlak, seperti yang tertuang dalam Firman Allah surat Al Baqarah/2 : 208 yaitu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Akidah adalah kepercayaan terhadap Allah swt dan inti akidah adalah Tauhid. Tauhid adalah ajaran tentang eksistensi Allah swt yang bersifat Esa yang terangkum dalam Rukun Iman. Lawan dari tauhid adalah syirik (mempersekutukan Allah swt).
Syariah adalah bentuk peribadatan baik yang khusus  (Ibadah Mahdlah) yang meliputi thaharah, sholat, puasa, zakat dan haji maupun yang bersifat umum ( Ibadah Ghairu Mahdlah/muamalah) seperti hukum perdata kaitannya dengan jual-beli, sewa menyewa dll maupun hukum pidana berkaitan dengan hokum orang yang berzina, hukum bagi yang mencuri dll.
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dan menimbulkan perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran, akhlak merupakan produk jiwa yang tauhid. Akhlaq juga mencakup Akhlaq dengan Allah dan Rasul, Akhlaq Pribadi dan Keluarga maupun akhlaq bermasyarakat dan bernegara.
Ajaran Islam adalah ajaran yang Universal mencakup semua aspek kehidupan, sehingga tidak ada satu bahagianpun dalam kehidupan manusia yang tidak diatur oleh Islam, mulai dari persoalan prbadi, persoalan keluarga, persoalan masyarakat bahkan sampai persoalan yang mencakup pengelolaan Negara diatur oleh Islam seperti pemikiran sekularisme.
Maka ketika ada yang berusaha memisahkan Islam dari kehidupan sosial , memisahkan Islam dari kehidupan politik, memisahkan Islam dari persoalan hukum, memisahkan Islam dari persoalan ekonomi dsb menunjukkan bahwa yang bersangkutan belum memahami Islam secara benar, karena Islam sebagai ajaran Universal dimana nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mencakup semua persoalan kehidupan.

METODE MEMPELAJARI ISLAM
1.        Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli, supaya tidak mengalami kekeliruan
2.      Islam harus dipelajari secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang bulat dan tidak terpisahkan satu sama lain
3.        Islam harus dipelajari dari kepustakaan, ulama-ulama besar dan sarjana-sarjana muslim yang memahami Islam secara baik, Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang ditulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami islam secara baik dan benar.Dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi manusia dalam masyarakat dan di lihat relasi serta relevansinya dengan persoalan politik, ekonomi, social, budaya sepanjang sejarah manusia terutama sejarah umat islam.
SALAH PAHAM TERHADAP ISLAM
1.        Kesalahan sementara orang yang mempelajari tentang Islam adalah berasal dari kenyataan umat Islam bukan pada ajaran Islam yang dipelajari. Yang mana umat Islam mengalami banyak kemunduran; tertinggal, kolot, bodoh, miskin, dan lain-lain
2.        Salah Memahami Ruang Lingkup Agama Islam   Salah paham terhadap Islam terjadi karena orang salah memahami ruang lingkup Agama Islam. Lambang yang sama yakni perkataan agama dipakai untuk system ajaran yang berbeda, yang menimbulkan salah paham terhadap Islam.
3.        Kesalahpahaman ini timbul karena penggambaran bagian-bagian agama dan ajaran agama tidak menyeluruh, tetapi sebagian-sebagian. Misalnya Islam hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan tarikat semata-mata, tanpa memandang dan meletakkan bagian-bagian atau segmen-segmen itu kedalam kerangka agama dan ajaran agama Islam terpadu secara keseluruhan.
4.       Metode yang salah di dalam mempelajari Islam, seperti : Metode atau jalan yang ditempuh oleh para orientalis adalah pendekatan yang menjadikan Islam dan seluruh ajarannya semata-mata sebagai objek studi dan analisis. Artinya, menggunakan metode dan menganalisis tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Agar bisa memahami Islam dengan benar dan terhindar dari salah faham terhadap Islam, diperlukan kajian yang terus menerus dan berkesinambungan dengan nara sumber yang memiliki pemahan yang benar agar terhindar dari berbagai kesalahan, sebagaimana yang saat ini terjadi dengan Aliran Islam Liberal, Islam Nusantara, Feminisme, Pruralisme, Dimas Kanjeng, Gafatar, Syi’ah yang jauh dari pemahaman yang sahi.


 


Dosen Pengampu : Bapak Dr. Nur Hidayat,M.Ag

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin

MATA KULIAH   : Anatomi Fisiologi   POKOK BAHASAN  : Sistem Endokrin   SUB POKOK BAHASAN  : Kelenjar Endokrin, Hormon,  dan mekanisme...