Pengertian Istihsan
-Secara etimologis
(lughowi/bahasa)
istihsan
berarti
memperhitungkan
sesuatu
lebih
baik,
atau
adanya
sesuatu
itu
lebih
baik,
atau
mengikuti
sesuatu
yang lebih
baik
atau
mencari
yang lebih
baik
untuk
diikuti,
karena
memang
disuruh
untuk
itu.
-Secara Istilah
Istihsan
menurut
ahli
Ushul
Fiqih
adalah
: Istihsan itu adalah berpindah dari suatu hukum yang sudah diberikan, kepada hukum lain yang sebandingnya karena ada suatu sebab yang dipandang lebih kuat.
Contoh Istihsan :
-Seseorang yang dititipi barang harus mengganti barang yang dititipkan kepadanya apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bila seorang anak menitipkan barang kepada bapaknya, kemudian barang tersebut digunakan oleh bapaknya untuk membiayai hidupnya, maka berdasarkan Istihsan si bapak tidak diwajibkan untuk menggantinya, karena ia mempunyai hak menggunakan harta anaknya untuk membiayai keperluan hidupnya.
MASHLAHAH MURSALAH
-Kata Maslahah Mursalah tersusun dari dua kata yaitu al-mashlahah dan al-Mursalah. Kata al-Mashlahah dari kata sholha = beres. Maslahah = keberesan, kemaslahatan, yaitu sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Kata Mursalah berasal dari kata arsala yang berarti mengutus. Perpaduan dari dua kata menjadi mashlahah mursalah, berarti prinsip kemaslahatan, kebaikan yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik atau bermanfaat.
-Sedangkan menurut istilah ulama ushul fiqih, bermakna :
a).Maslahah Mursalah adalah sesuatu yang mengandung kemaslahatan, dirasakan oleh hukum, sesuai dengan akal dan tidak terdapat pada asal.
b).Ia adalah perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh Allah swt. kepada hambanya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya dan hartanya.
Contoh
1.Putusan
Umar
bin Khatab
tentang
mengadakan
peraturan
berbagai
pajak,
dan
putusan
beliau
tidak menjalankan
hukum
potong
tangan
terhadap
pencuri,
yang mencuri
karena
lapar
dan
masa
paceklik.
2.Dicetaknya
mata
uang
untuk
memudahkan
dalam
bermuamalah
3.Adanya
penjara bagi orang jahat, untuk mengurangi kejahatan dan kemadharatan
Al-Istishab
Kata Istishab berasal
dari
kata suhbah artinya
' menemani
' atau
' menyertai'.
atau
al-mushahabah : menemani
, juga
istimrar
al-suhbah ; terus
menemani.
Menurut Istilah
Istishab
yaitu menetapkan
hukum yang
telah ada pada sejak semula tetap berlalu
sampai sekarang
karena tidak ada dalil yang
merubah.
Contoh-contoh Istishab :
1.Apabila telah jelas adanya pemilikan terhadap sesuatu harta karena adanya bukti terjadinya pemilikan seperti karena membeli, warisan, hibah atau wasiat, maka pemilikan tersebut terus berlangsung sehingga ada bukti-bukti lain yang menunjukan perpindahan pemilikan pada orang lain.
2.Orang yang hilang tetap dipandang hidup sehingga ada bukti atau tanda-tanda lain yang menunjukan bahwa dia meninggal dunia.
3.Seorang yang telah menikah terus dianggap ada dalam hubungan suami istri sampai ada bukti lain yang menunjukan bahwa mereka telah bercerai.
‘URF
Kata
’urf
secara
etimologi berarti sesuatu
yang
dipandang baik dan diterima oleh akal sehat.
´Urf (tradisi)
adalah
bentuk-bentuk
mu'amalah
(berhubungan
kepentingan)
yang telah
menjadi
adat
kebiasaan
dan
telah
berlangsung
konsisten
di
tengah
masyarakat.
´Urf juga
disebut
dengan
apa
yang sudah
terkenal
dikalangan
umat
manusia
dan
selalu
diikuti,
baik
´urf perkataan
maupun
´urf perbuatan.
Adapun makna
‘urf secara
terminologi
menurut
Dr. H. Rahmad
Dahlan
adalah
sesuatu
yang
menjadi
kebiasaan
manusia,
dan
mereka
mengikutinya
dalam
bentuk
setiap
perbuatan
yang populer
diantara
mereka
ataupun
suatu
kata yang biasa
mereka
kenal
dengan
pengertian
tertentu,
bukan
dalam
pengertian
etimologi,
dan
ketika
mendengar
kata itu,
mereka
tidak
memahaminya
dalam
pengertian
lain.
Macam-Macam ‘Urf :
Dari segi objeknya
‘urf dibagi
kepada
: kebiasaan
yang menyangkut
ugkapan
dan
kebiasaan
yang berbentuk
perbuatan.
1.Kebiasaan
yang
menyangkut
ungkapan(al-‘Urf al-lafdzi) yaitu kebiasaan
masyarakat
yang mengunakan
kebiasaan
lafdzi atau
ungkapan
tertentu
dalam
mengungkapkan
sesuatu.
2.Kebiasaan
yang
berbentuk
perbuatan
(al-‘urf al-amali)
yaitu
kebiasaan
biasa
atau
kebiasaan
masyarakat
yang berhubungan
dengan
muamalah
keperdataaan.
Madzhab Shahabi
Pengertian Madzhab
Shahabi
ialah
pendapat
sahabat
Rasulullah
SAW tentang
suatu
kasus
dimana
hukumnya
tidak
dijelaskan
secara
tegas
dalam
al-Qur’an dan
Sunnah
Rasulullah.
Sedangkan menurut
sebagian
ulama
Ushul
fiqh
mengatakan
bahwa
yang dimaksud
dengan
madzhab
shahabi
yaitu
pendapat
hukum
yang dikemukakan
oleh
seseorang
atau
beberapa
sahabat
rasulullah
secara
individu,
tentang
suatu
hukum
syara’
yang tidak
terdapat
ketentuannya
dalam
al-Qur’an maupun
sunnah
Nabi
SAW. Al-Imron
: 11
Keputusan
Abu Bakar ra.
perihal
bagian
beberapa
orang
nenek
yang mewarisi bersama-sama
ialah
1/6 harta peninggalan
yang kemudian dibagikan
rata antara mereka
itu.
Tidak
ada
shahabat
yang membantah keputusan
Abu Bakar ra.
tersebut,
bahkan
dalam
masalah
yang sama Umar
r.a.
pun memutuskan demikian.
Oleh
karena
itu,
hukum
yang ditetapkan oleh
shahabat
Abu Bakar r.a.
tersebut
merupakan
hukum
yang wajib diikuti
oleh
kaum
muslimin
karena
tidak
mendapat
perlawanan
dari
shahabat,
bahkan
tidak
ada
perselisihan
di antara kaum
muslimin
dalam
masalah
itu.
Syar’u Man Qablana
Syar’u man Qablana
yaitu
ajaran
atau
syariat-syariat
Nabi-Nabi
terdahulu
yang berhubungan
dengan
hukum,
seperti
syariatnya
nabi
Ibrahim, Nabi
Musa, nabi
Isa. Dengan
kata lain seluruh
ajaran-ajaran
Nabi
terdahulu
yang berkaitan
dengan
kasus
hukum
itu
dapat
dijadikan
acuan
dalam
istimbat
hukum
(penggalian
hukum)
jika
termaktub
dalam
al-Qur’an serta
mempunyai
ketegasan
bahwa
syari’at
itu
berlaku
bagi
umat
Nabi
Muhammad SAW.
Contoh :
-Syari’at
yang
berlaku
pada
jaman
Nabi
Musa as. Bahwa seorang
yang berbuat ma’siat
tidak
akan
diampuni
dosanya
kecuali
bila
ia
membunuh
dirinya.
Lalu
syari’at
tersebut
dibatalkan,
dinasakh
oleh
Alqur’an,
yang antara lain;
Taubat
menurut
syari’at
Islam harus
memenuhi
tiga
syarat;
1) berhenti
dari
berbuat
ma’siat,
2) menyesali
perbuatan
ma’siat
yang telah
dikerjakan,
3) berazam
tidak
akan
mengulangi
lagi.
-Dan
contoh
lain pada
jaman
Nabi
Musa as. bahwa
pakaian
yang kena
najis
tidak
akan
dapat
disucikan
kembali,
sebelum
dipotong
bagian
yang kena
najis
itu.
Lalu
syari’at
tersebut
dibatalkan
dengan
Alqur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar